Senin, 15 Maret 2010

pertemuan 2 fikih kontemporer



KONSEP DASAR FIKIH KONTEMPORER

A. Pengertian Fikih Kontemporer

Pembahasan masalah-masalah terkini sangat dibutuhkan oleh manusia, sebab masalah-masalah itu sangat dekat dan bersentuhan langsung dengan urusan ibadah umat manusia.Sebelum membahas masalah-masalah terkini (kontemporer) perlu dijelaskan definisi an-nawazil secara etimologi (bahasa) dan terminologis (istilah) dan kemudian memaparkan sekilas urgensi mempelajari masalah-masalh tekini, ruang lingkup kajian fikih kontemporer,hukum mempelajari masalah kontemporer dan factor penyebab munculnya masalah fikhiyyah

Definisi An-Nawazil

An-Nawazil adalah bentuk plural dari kata nazilah. Kata tersebut secara bahasa artinya jatuhnya sesuatu dan turunnya sesuatu. Adapun secara istilah adalah sesuatu yang baru dan terkini (kontemporer) yang membutuhkan kepada keputusan hukum syar’i.(Kholid bin Ali Al-Musyaiqih:2008:13)
Masalah fikih kontemporer merupakan suatu bidang kajian yang membicarakan perihal persoalan-persoalan hukum Islam/ijtihadiyah yang secara nyata muncul pada saat ini dengan menerapkan metode istimbat hukum dan analisa ilmiah serta pendekatan yang tepat dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan kemaslahatan manusia di dunia dan akherat.Seiring dengan perkembangan zaman persoalan-persoalan fikih juga berkembang dan memerlukan jawaban untuk kepentingan kini dan yang akan datang. Dalam hal ini telah banyak produk pemikiran cerdas dalam bdang fikih yang diformulasikan para fuqoha’ (ahli fikih), namun perlu dievaluasi secara berkelanjutan agar tidak kehilangan relevansinya karena tujuan hukum Islam adalah merealisasikan kemaslahatan umat manusia di dunia dan akherat


B. Ruang Lingkup Fikih Kontemporer

Seiring dengan perubahan dan kemajuan perkembangan zaman, umat Islam selalu mengahadapi berbagai masalah baru . Berbagai masalah tersebut meliputi hampir semua aspek kehidupan ; politik,sosial,budaya,ekonomi,kesehatan,pendidikan, dan teknologi.Problem-problem ini seringkali tidak ditemukan penjelasannya secara eksplisit pada dua sumber utama ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah dan juga apabila tidak ditemukan jawaban yang tuntas dari ijtihad para ulama’ terdahulu,sehingga tidak jarang menimbulkan keraguan dan kebingungan pada masyarakat. Dalam konteks inilah ulama dan cendekiawan muslim melaksanakan fungsi keagamaannya dengan memberikan pemikiran-pemikiran hukum mengenai berbagai masalah yang muncul terutama masalah mu’amalah/ijtihadiyyah.
Ulama’ Indonesia,khususnya para ulama’ yang tergabung dalam organisasi majelis ulama’ Indonesia telah banyak menghasilkan pemikiran hukum yang sangat beragam. Keaneragaman itu ternyata dilatarbelakangi oleh beragamnya permasalahan atau pertanyaan yang muncul di masyarakat, namun demikian semua permasalahan itu dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik (Hasbi Umar:2007:24).Demikian juga halnya di tingkat akademisi persoalan –persoalan yang terkait dengan persoalan hidup manusia baik ibadah mahdloh maupun ibadah ghoiru mahdloh ikut berpartisipasi bahkan merupakan suatu kewajiban dalam menyelesaikan solusi permasalahan yang mengemuka dengan merujuk kepada Al-Qur’an , Hadis, Ijma’ dan Qiyas dan metode istimbat hukum syar’i.

C. Hukum mempelajari masalah kontemporer
Mempelajari masalah fikih kontemporer hukumnya adalah fardlu kifayah , maksudnya; apabila ada sebagian yang telah mempelajari dan dirasa cukup, maka kewajiban itu gugur bagi selain mereka. (Khalid bin Ali: 2008:14). Sebab , menjelaskan ilmu dan apa yang dibutuhkan oleh manusia adalah wajib kifayah, yaitu apabila ada sebagian yang mempelajarinya, maka bagi yang lain kewajiban itu telah gugur. Dalilnya adalah sebagaimana tersebut dalam QS.Ali-Imron:187 berikut ini:

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.
Berangkat dari firman Allah tersebut di atas, maka menjelaskan ilmu dan menyampaikan masalah ini adalah wajib bagi para ulama dan para penuntut ilmu (mahasiswa,dosen,guru). Untuk menentukan status hokum persoalan kontemporer seperti ini, berdasarkan keputusan yang ada di dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya serta pendapat para ulama kadang masih dirasa kurang baik dan kurang memadai untuk ukuran orang awam.
Mengapa masalah ini dianggap wajib kifayah? Sebab pekerjaan ini berhubungan dengan orang yang mengamalkan. Pada pembahasan yang lalu (semester sebelumnya) tentang :kaidah-kaidah fikih”, telah dipelajari perbedaan antara fardlu kifayah dan fardlu ‘ain . Kesimpulannya, apabila suatu masalah berhubungan dengan orang yang mengamalkan maka hukumnya fardlu ‘ain, dan jika berhubungan dengan terealisasinya/terciptanya suatu amal, maka hukumnya adalah fardlu kifayah . Dan masalah kontemporer ini berhubungan dengan terealisasinya amal, yaitu dituntut amal tersebut terlaksana, baik dari pribadi orang ini atau dari selainnya

D. Urgensi mempelajari masalah kontemporer
Mempelajari masalah-masalah kontemporer sangat penting, di antara alasannya adalah sebagai berikut:
1) Menjelaskan kesempurnaan syariat
Syariat itu memberikan maslahat di setiap masa dan tempat. Tidak ada masalah baru dari sekian masalah-masalah terkini itu,melainkan telah ada ketentuan syariat yang dijelaskan di dalam Kitabullah dan Sunnah RasulNya, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang mendalami ilmu. Allah berfirman (QS.Al-Maidah:3)

…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Allah berfirman(QS:Annahl:89)
…Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Abu Dzar RA. Berkata, “Rasulullah meninggalkan kami dan tidaklah seekor burung yang mengepakkan sayapnya melainkan beliau telah menyebutkan ilmunya kepada kami” (HR.Ahmad dan Ath-Thabrani)

Salman Al-Farisi pernah ditanya”apakah Rasulullah telah menjelaskankepada kalian segala sesuatu sampai kepada cara membuang kotoran?” Beliau menjawab, ‘Ya” (HR. Muslim,Abu Dawud, dan Attirmidzi).maksudnya adalah sampai kepada hal-hal yang berhubungan dengan adab buang hajat. Karena syariat Islam datang menjelaskan adab-adab ini, do’a yang diucapkan dan hal-hal yang semestinya dilakukan (adab)
2) Sebagai wujud kita memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya
Mempelajari masalah-masalah kontemporer ini bagian dari tugas menyampaikan ilmu dan mengamalkannya.Menyampaikan ilmu diperintahkan oleh Allah dan juga Rasul-Nya di dalam sunnahnya sebagaimana firman Allah berikut ini:
dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.




Sedangkan dalil dari Sunnah antara lain:

من سلك طريقا يلتمسُ فيه علماَ سهل الله له به طريقاَ الى الجنة
Barang siapa yang menempuh jalan mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surge. (HR.Ahmad,Muslim,Abu Dawud,At-tirmidzi, dan Ibnu Asakir)
من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى ير جعَ
Barang siapa keluar untuk menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali (HR.At-tirmidzi)

3) Beribadah kepada Allah dengan mempelajari masalah kontemporer.
Mengkaji adalah termasuk bagian dari mempelajari ilmu dan mengajarkannya.Ilmu adalah ibadah yang paling utama dan cara yang paling tepat untuk mendekatkan diri (kepada Allah), maka bersedia untuk mengkaji masalah-masalah kontemporer ini adalah ibadah kepada Allah yang berpahala bagi manusia yang melaksanakan
4) Mencari pahala dan balasan di sisi Allah
Bagi orang yang alim dan seorang mujtahid, apabila dia mencurahkan kesungguhan dan konsentrasinya di dalam mengkaji hokum bagi masalah kontemporer dan apa status hukumnya, di sisi Allah aka nada pahala dan balasan yang baik. Disebutkan di dalam hadis bahwasanya Nabi bersabda:
اذا اجتهد الحا كمُ فأ صا ب فلهُ أ جرانِ,واذا اجتهد فأ خطأ فله أجرٌ وا حدٌ
Apabila ada seorang hakim berijtihad (mengambil kesimpulan suatu hokum),lalu benar, maka baginya dua pahala.Dan apabila dia berijtihad lalu salah,maka baginya satu pahala. (HR.Muttafaq ‘alaih)

5) Menegakkan kewajiban ini merupakan menegakkan fardlu kifayah
Sebagaimana disebutkan bahwa mengkaji maslah-masalah kontemporer adalah fardlu kifayah, maka manusia yang bersedia untuk mengkaji dan menjelaskannya kepada orang lain adalah bagian dari pekerjaan menegakkan kewajiban-kewajiban Islam
6) Orang yang bersedia mempelajari maslah-masalah kontemporer, itu artinya dia telah member sumbangan khazanan fikih

Beberapa urgensi dan bahasan tersebut di atas berupaya menggabungkan focus kajian yang mengemuka saa ini baik terkait dengan illat al-hukmm dari produk pemikiran hokum Majlis Ulama’ Indonesia maupun yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar